Rangkaian Prosesi Pawiwahan
10 Oktober 2013
Acara Mesedekan (kalau dalam bahasa Indonesia boleh diartikan sebagai “proses pendekatan”). Merupakan suatu acara pertemuan keluarga antara keluarga mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. Pertemuan dilakukan dirumah keluarga mempelai perempuan. Acara ini juga biasa disebut mesekenan (memastikan) mengenai acara ngidih (meminta) yang akan dilakukan esok harinya tanggal 11 Agustus 2013. Acara yang dihadiri kurang lebih 10 orang anggota keluarga mempelai laki-laki dan 10 orang anggota keluarga mempelai perempuan ini akan berlangsung sore-malam hari. Acara ini merupakan acara non-formal dan kekeluargaan.
11 Oktober 2013
Acara Ngidih (meminta) dilakukan pada sore hari waktu setempat. Sesuai dengan namanya, upacara ini merupakan upacara “meminta” mempelai wanita. Prosesinya adalah, mempelai pria dengan rombongan keluarga besarnya datang kerumah mempelai wanita dengan tujuan untuk meminta ijin kepada orang tua mempelai wanita untuk membawa putrinya untuk mengikuti prosesi pernikahan beserta rangkaiannya dirumah mempelai laki-laki. Yang hadir dalam acara ini selain keluarga besar, juga dihadiri oleh klian banjar (pimpinan adat/kepala desa) daerah asal mempelai wanita dan klian banjar daerah asal mempelai laki-laki. Klian banjar tersebut menjadi saksi bahwa mempelai wanita akan dibawa ke daerah/desanya mempelai laki-laki.
Sebelum berangkat menuju rumah mempelai laki-laki, mempelai wanita melakukan persembahyangan di merajan/sanggah/tempat ibadah rumahnya. Selain itu, penandatangan berkas oleh mempelai perempuan dan mempelai laki-laki juga dilakukan disini.
Setelah prosesi di rumah mempelai wanita selesai, selanjutnya mempelai wanita dibawa kerumah mempelai laki-laki. Sebelum memasuki pekarangan rumah mempelai pria, dilakukan upacara Mesegehan agung yang tak lain merupakan sebuah ucapan selamat datang kepada mempelai wanita dirumah mempelai pria.
12&13 Oktober
Pada tanggal ini, dilakukan beberapa persiapan-persiapan menjelang upacara utama pada tanggal 14 Oktober. Persiapan tersebut dilakukan dirumah mempelai pria. Warga di desa melakukan nguopin (membantu) persiapan di rumah mempelai pria. Warga juga melakukan kebiasaan adat yang biasa disebut medelokin (mengunjungi/melihat) penganten. Persiapan-persiapan tersebut akan dilakukan dalam 2 hari penuh dengan dibantu oleh keluarga besar dan warga banjar setempat.
14 Oktober 2013
Upacara mekala-kala dilakukan pada pukul 06.00 pagi hari dirumah mempelai laki-laki. Upacara makala-kalaan bertujuan untuk penyucian diri, upacara ini ditujukan kepada bhūta kala, di mana kala ini merupakan manifestasi dari kekuatan kama yang memiliki sifat keraksasaan. Kedua pengantin dipersonifikasikan sebagai kekuatan kala dan kali yang disebut kala nareswari. Upacara makala-kalaan juga disebut upacara bhūta saksi.
Menurut kitab suci, upacara makala-kalaan yang ditujukan kepada para bhūta yang dihaturkan di atas tanah termasuk dalam prahuta. Tujuan dari upacara makala-kalaan adalah untuk menghilangkan segala mala dan menyucikan sukla dan swanita. Selain itu upacara makala-kalaan adalah upacara penyucian kedua pengantin dari segala mala atas perintah Dewa Śiwa. Selanjutnya upacara makala-kalaan selain bersaksi kepada bhūta kala, juga bersaksi kepada Pertiwi.
Dalam pelaksanaan upacara makala-kalaan digunakan beberapa uparengga (peralatan) sebagai pelengkap upacara. Uparengga yang dipergunakan pada upacara makala-kalaan memiliki fungsi adalah sebagai bahasa isyarat kehadapan Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya serta mengandung nilai-nilai ethika yang sangat tinggi dan dalam. Adapun uparengga yang dipergunakan adalah: (1) Sanggah Surya, (2) Kalabang Kala Nareswari (Kala Badeg), (3) Tikeh dadakan (tikeh kecil), (4) Benang putih, (5) Tegen-tegenan, (6) Suhun-suhunan (sarana junjungan), (7) Sapu lidi tiga katih , (8) Sambuk (serabut) kupakan, (9)Klukuh berisi berem.
Dalam rangkaian upacara makala-kalaan ada sarana yang dipergunakan yaitu tetimpug yang dibuat dari tiga buah potong bambu yang masing-masing ada ruasnya, yaitu lima ruas atau tujuh ruas. Ketiga potong bambu ini diikat jadi satu kemudian dibakar di atas tungku bata yang dibuat pada saat upacara makala-kalaan. Makna yang terkandung di dalamnya adalah secara niskala untuk memanggil para bhūta kala bahwa upacara segera dimulai.
Kedua pengantin duduk menghadapi sarana upakara dengan posisi duduk yaitu pengantin wanita berada di sebelah kiri pengantin pria, kemudian kedua penganten natab banten (sesajen) bayakawonan, dilanjutkan dengan malukat (mempercikan tirta suci) dan maprayascita sebagai pembersihan. Selesai natab bayakawonan dan pembersihan kedua pengantin menuju ke tempat mategen-tegenan. Penganten pria memikul tegen-tegenan sambil membawa sapu lidi tiga biji. Maknanya adalah merupakan simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
Sedangkan pengantin wanita menjunjung suhun-suhunan. Maknanya adalah melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar. Suhun-suhunan tersebut dibawa berjalan mengelilingi sanggah surya ke arah purwa daksina (arah jarum jam) dengan posisi penganten wanita di depan mengelilingi sanggah surya sebanyak tiga kali, dan penganten pria mengikuti penganten wanita.
Pada setiap putaran, kedua pengantin menendang serabut kelapa (kala sepetan) yang di dalamnya berisi telor, ditutupi dengan serabut kelapa dibelah tiga dan diikat dengan benang tridhatu. Serabut kelapa berbelah tiga merupakan simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu merupakan simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian. Telor bebek merupakan simbol manik. Kedua Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan Triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai. Setelah makala-kalaan serabut kelapa tersebut ditaruh di bawah tempat tidur pengantin.
Acara selanjutnya adalah madagang-dagangan. Pada saat madagang-dagangan penganten wanita duduk di atas serabut kelapa, mengadakan tawar menawar hingga terjadi transaksi antara pengantin pria dan pengantin wanita yang ditandai dengan penyerahan barang dagangan serta pembayarannya. Prosesi ini melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
Akhir dari madagang-dagangan adalah merobek tikeh dadakan yang dipegang oleh pengantin wanita dengan kedua tangannya, dan pengantin pria mengambil keris kemudian merobek tikeh dadakan tersebut yang diawali dengan menancapkan keris ke tikeh dadakan dan dilanjutkan dengan mengambil tiga sarana kesuburan yaitu keladi, kunyit, dan andong, yang kemudian dibawa oleh kedua pengantin ke belakang sanggah kemulan untuk ditanam. Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
Acara selanjutnya adalah mapegat, yaitu memutuskan benang yang kedua ujungnya diikatkan pada dua cabang pohon dapdap. Selesai memutuskan benang kedua penganten kemudian mandi untuk membersihkan diri. Mandi untuk membersihkan diri ini disebut ”angelus wimoha’, yang memiliki pengertian dan tujuan untuk melaksanakan perubahan nyomya dari kekuatan asuri sampad menjadi kekuatan Daiwi sampad atau nyomya kala bhūta nareswari agar menjadi Sang Hyang Smarajaya dan Smara Ratih. Sehabis mandi kedua penganten berganti pakaian, dan berhias untuk melakukan upacara selanjutnya.
Pukul 11.00-14.00 Merupakan acara resepsi pernikahan yang diadakan dirumah mempelai pria. Resepsi pernikahan dihadiri oleh tamu undangan yang merupakan kawan-kawan dari mempelai berdua serta kawan-kawan dari orang tua mempelai. Prosesi pernikahan akan semakin semarak dengan kehadiran tamu undangan sebagai saksi pernikahan yang memberikan ucapan selamat, restu dan doa kepada kedua mempelai agar dapat hidup berdampingan dan bahagia sebagai suami-isrtri selamanya.
Pukul 14.00-16.00. Upacara mepamit (berpamitan). Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian keluarga besar suaminya. Upacara mepamit dilaksanakan di rumah mempelai wanita dengan melakukan persembahyangan terakhir bagi mempelai wanita dirumahnya untuk berpamitan kepada leluhur mempelai wanita. Prosesi ini juga bertujuan untuk memberitahukan kehadapan Hyang Guru dan para leluhur dipihak penganten wanita bahwa kedua pengantin telah menyatu dalam sebuah upacara perkawinan, serta mohon doa restu agar selalu melindungi perkawinan atau rumah tangga kedua pengantin, sehingga selalu dalam keadaan harmonis. Setelah proses selesai, mempelai beserta rombongan kembali kerumah mempelai laki-laki.
Pukul 16.00-selesai merupakan upacara Upacara Widhi Widhana / Majaya-Jaya. Upacara widhi widhana/majaya-jaya dilakukan setelah selesai melaksanakan upacara makala-kalaan. Rangkaian upacara widhi widhana /majaya-jaya ini diawali dengan puja yang dilakukan oleh sang pemuput upacara (Pandita/Pinandita). Setelah sang pemuput upacara selesai mapuja dilanjutkan dengan persembahyangan yang dilakukan oleh kedua pengantin. Sebelum melakukan persembahyangan kedua pengantin diperciki tirta panglukatan dan dilanjutkan dengan tirta prayascita. Persembahyangan diawali dengan puja trisandya, kemudian dilanjutkan dengan panca sembah.
Selesai sembahyang kedua pengantin diperciki tirtha kekuluh dari pemerajan atau pura-pura, dan dilanjutkan dengan memasang bija. Selesai sembahyang dilanjutkan dengan natab banten sesayut (sesayut nganten). Selesai natab banten sesayut, kedua pengantin diberikan tetebus (benang) dan dipasangkan karawista. Selesai memasangkan bija dan karawista dilanjutkan dengan mengucapkan sumpah perkawinan oleh pengantin pria dan pengantin wanita. Setelah pengucapan sumpah perkawinan maka dilanjutkan dengan upacara majaya-jaya, sebagai peresmian atau pengukuhan pernikahan telah sah menurut Hindu.
Setelah upacara mejaya-jaya selesai, semua hadirin mengucapkan doa sebagai berikut:
Om ihena Vindra Sam Nuda Vakavakeva Dampati
Om sang Hyang Indra, persatukanlah kedua pengantin ini Laksana Burung Chakrawaka tidak pernah berpisah dengan pasangannya.
Acara Mesedekan (kalau dalam bahasa Indonesia boleh diartikan sebagai “proses pendekatan”). Merupakan suatu acara pertemuan keluarga antara keluarga mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. Pertemuan dilakukan dirumah keluarga mempelai perempuan. Acara ini juga biasa disebut mesekenan (memastikan) mengenai acara ngidih (meminta) yang akan dilakukan esok harinya tanggal 11 Agustus 2013. Acara yang dihadiri kurang lebih 10 orang anggota keluarga mempelai laki-laki dan 10 orang anggota keluarga mempelai perempuan ini akan berlangsung sore-malam hari. Acara ini merupakan acara non-formal dan kekeluargaan.
11 Oktober 2013
Acara Ngidih (meminta) dilakukan pada sore hari waktu setempat. Sesuai dengan namanya, upacara ini merupakan upacara “meminta” mempelai wanita. Prosesinya adalah, mempelai pria dengan rombongan keluarga besarnya datang kerumah mempelai wanita dengan tujuan untuk meminta ijin kepada orang tua mempelai wanita untuk membawa putrinya untuk mengikuti prosesi pernikahan beserta rangkaiannya dirumah mempelai laki-laki. Yang hadir dalam acara ini selain keluarga besar, juga dihadiri oleh klian banjar (pimpinan adat/kepala desa) daerah asal mempelai wanita dan klian banjar daerah asal mempelai laki-laki. Klian banjar tersebut menjadi saksi bahwa mempelai wanita akan dibawa ke daerah/desanya mempelai laki-laki.
Sebelum berangkat menuju rumah mempelai laki-laki, mempelai wanita melakukan persembahyangan di merajan/sanggah/tempat ibadah rumahnya. Selain itu, penandatangan berkas oleh mempelai perempuan dan mempelai laki-laki juga dilakukan disini.
Setelah prosesi di rumah mempelai wanita selesai, selanjutnya mempelai wanita dibawa kerumah mempelai laki-laki. Sebelum memasuki pekarangan rumah mempelai pria, dilakukan upacara Mesegehan agung yang tak lain merupakan sebuah ucapan selamat datang kepada mempelai wanita dirumah mempelai pria.
12&13 Oktober
Pada tanggal ini, dilakukan beberapa persiapan-persiapan menjelang upacara utama pada tanggal 14 Oktober. Persiapan tersebut dilakukan dirumah mempelai pria. Warga di desa melakukan nguopin (membantu) persiapan di rumah mempelai pria. Warga juga melakukan kebiasaan adat yang biasa disebut medelokin (mengunjungi/melihat) penganten. Persiapan-persiapan tersebut akan dilakukan dalam 2 hari penuh dengan dibantu oleh keluarga besar dan warga banjar setempat.
14 Oktober 2013
Upacara mekala-kala dilakukan pada pukul 06.00 pagi hari dirumah mempelai laki-laki. Upacara makala-kalaan bertujuan untuk penyucian diri, upacara ini ditujukan kepada bhūta kala, di mana kala ini merupakan manifestasi dari kekuatan kama yang memiliki sifat keraksasaan. Kedua pengantin dipersonifikasikan sebagai kekuatan kala dan kali yang disebut kala nareswari. Upacara makala-kalaan juga disebut upacara bhūta saksi.
Menurut kitab suci, upacara makala-kalaan yang ditujukan kepada para bhūta yang dihaturkan di atas tanah termasuk dalam prahuta. Tujuan dari upacara makala-kalaan adalah untuk menghilangkan segala mala dan menyucikan sukla dan swanita. Selain itu upacara makala-kalaan adalah upacara penyucian kedua pengantin dari segala mala atas perintah Dewa Śiwa. Selanjutnya upacara makala-kalaan selain bersaksi kepada bhūta kala, juga bersaksi kepada Pertiwi.
Dalam pelaksanaan upacara makala-kalaan digunakan beberapa uparengga (peralatan) sebagai pelengkap upacara. Uparengga yang dipergunakan pada upacara makala-kalaan memiliki fungsi adalah sebagai bahasa isyarat kehadapan Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya serta mengandung nilai-nilai ethika yang sangat tinggi dan dalam. Adapun uparengga yang dipergunakan adalah: (1) Sanggah Surya, (2) Kalabang Kala Nareswari (Kala Badeg), (3) Tikeh dadakan (tikeh kecil), (4) Benang putih, (5) Tegen-tegenan, (6) Suhun-suhunan (sarana junjungan), (7) Sapu lidi tiga katih , (8) Sambuk (serabut) kupakan, (9)Klukuh berisi berem.
Dalam rangkaian upacara makala-kalaan ada sarana yang dipergunakan yaitu tetimpug yang dibuat dari tiga buah potong bambu yang masing-masing ada ruasnya, yaitu lima ruas atau tujuh ruas. Ketiga potong bambu ini diikat jadi satu kemudian dibakar di atas tungku bata yang dibuat pada saat upacara makala-kalaan. Makna yang terkandung di dalamnya adalah secara niskala untuk memanggil para bhūta kala bahwa upacara segera dimulai.
Kedua pengantin duduk menghadapi sarana upakara dengan posisi duduk yaitu pengantin wanita berada di sebelah kiri pengantin pria, kemudian kedua penganten natab banten (sesajen) bayakawonan, dilanjutkan dengan malukat (mempercikan tirta suci) dan maprayascita sebagai pembersihan. Selesai natab bayakawonan dan pembersihan kedua pengantin menuju ke tempat mategen-tegenan. Penganten pria memikul tegen-tegenan sambil membawa sapu lidi tiga biji. Maknanya adalah merupakan simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
Sedangkan pengantin wanita menjunjung suhun-suhunan. Maknanya adalah melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar. Suhun-suhunan tersebut dibawa berjalan mengelilingi sanggah surya ke arah purwa daksina (arah jarum jam) dengan posisi penganten wanita di depan mengelilingi sanggah surya sebanyak tiga kali, dan penganten pria mengikuti penganten wanita.
Pada setiap putaran, kedua pengantin menendang serabut kelapa (kala sepetan) yang di dalamnya berisi telor, ditutupi dengan serabut kelapa dibelah tiga dan diikat dengan benang tridhatu. Serabut kelapa berbelah tiga merupakan simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu merupakan simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian. Telor bebek merupakan simbol manik. Kedua Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan Triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai. Setelah makala-kalaan serabut kelapa tersebut ditaruh di bawah tempat tidur pengantin.
Acara selanjutnya adalah madagang-dagangan. Pada saat madagang-dagangan penganten wanita duduk di atas serabut kelapa, mengadakan tawar menawar hingga terjadi transaksi antara pengantin pria dan pengantin wanita yang ditandai dengan penyerahan barang dagangan serta pembayarannya. Prosesi ini melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
Akhir dari madagang-dagangan adalah merobek tikeh dadakan yang dipegang oleh pengantin wanita dengan kedua tangannya, dan pengantin pria mengambil keris kemudian merobek tikeh dadakan tersebut yang diawali dengan menancapkan keris ke tikeh dadakan dan dilanjutkan dengan mengambil tiga sarana kesuburan yaitu keladi, kunyit, dan andong, yang kemudian dibawa oleh kedua pengantin ke belakang sanggah kemulan untuk ditanam. Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
Acara selanjutnya adalah mapegat, yaitu memutuskan benang yang kedua ujungnya diikatkan pada dua cabang pohon dapdap. Selesai memutuskan benang kedua penganten kemudian mandi untuk membersihkan diri. Mandi untuk membersihkan diri ini disebut ”angelus wimoha’, yang memiliki pengertian dan tujuan untuk melaksanakan perubahan nyomya dari kekuatan asuri sampad menjadi kekuatan Daiwi sampad atau nyomya kala bhūta nareswari agar menjadi Sang Hyang Smarajaya dan Smara Ratih. Sehabis mandi kedua penganten berganti pakaian, dan berhias untuk melakukan upacara selanjutnya.
Pukul 11.00-14.00 Merupakan acara resepsi pernikahan yang diadakan dirumah mempelai pria. Resepsi pernikahan dihadiri oleh tamu undangan yang merupakan kawan-kawan dari mempelai berdua serta kawan-kawan dari orang tua mempelai. Prosesi pernikahan akan semakin semarak dengan kehadiran tamu undangan sebagai saksi pernikahan yang memberikan ucapan selamat, restu dan doa kepada kedua mempelai agar dapat hidup berdampingan dan bahagia sebagai suami-isrtri selamanya.
Pukul 14.00-16.00. Upacara mepamit (berpamitan). Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian keluarga besar suaminya. Upacara mepamit dilaksanakan di rumah mempelai wanita dengan melakukan persembahyangan terakhir bagi mempelai wanita dirumahnya untuk berpamitan kepada leluhur mempelai wanita. Prosesi ini juga bertujuan untuk memberitahukan kehadapan Hyang Guru dan para leluhur dipihak penganten wanita bahwa kedua pengantin telah menyatu dalam sebuah upacara perkawinan, serta mohon doa restu agar selalu melindungi perkawinan atau rumah tangga kedua pengantin, sehingga selalu dalam keadaan harmonis. Setelah proses selesai, mempelai beserta rombongan kembali kerumah mempelai laki-laki.
Pukul 16.00-selesai merupakan upacara Upacara Widhi Widhana / Majaya-Jaya. Upacara widhi widhana/majaya-jaya dilakukan setelah selesai melaksanakan upacara makala-kalaan. Rangkaian upacara widhi widhana /majaya-jaya ini diawali dengan puja yang dilakukan oleh sang pemuput upacara (Pandita/Pinandita). Setelah sang pemuput upacara selesai mapuja dilanjutkan dengan persembahyangan yang dilakukan oleh kedua pengantin. Sebelum melakukan persembahyangan kedua pengantin diperciki tirta panglukatan dan dilanjutkan dengan tirta prayascita. Persembahyangan diawali dengan puja trisandya, kemudian dilanjutkan dengan panca sembah.
Selesai sembahyang kedua pengantin diperciki tirtha kekuluh dari pemerajan atau pura-pura, dan dilanjutkan dengan memasang bija. Selesai sembahyang dilanjutkan dengan natab banten sesayut (sesayut nganten). Selesai natab banten sesayut, kedua pengantin diberikan tetebus (benang) dan dipasangkan karawista. Selesai memasangkan bija dan karawista dilanjutkan dengan mengucapkan sumpah perkawinan oleh pengantin pria dan pengantin wanita. Setelah pengucapan sumpah perkawinan maka dilanjutkan dengan upacara majaya-jaya, sebagai peresmian atau pengukuhan pernikahan telah sah menurut Hindu.
Setelah upacara mejaya-jaya selesai, semua hadirin mengucapkan doa sebagai berikut:
Om ihena Vindra Sam Nuda Vakavakeva Dampati
Om sang Hyang Indra, persatukanlah kedua pengantin ini Laksana Burung Chakrawaka tidak pernah berpisah dengan pasangannya.
Om Awignam Astu, Sam Jaaspatyam Suyaman Astu Devah”
Ya Hyang Widhi Semoga Kehidupan Perkawinan Kami Berbahagia dan Tenteran ( Rg Veda X.85-23)
Lelaki dan wanita adalah belahan jiwa, yang melalui ikatan pernikahan dipersatukan kembali agar menjadi manusi yang seutuhnya karena diantara keduanya dapat saling mengisi dan melengkapi. Semoga ikatan pernikahan kami langgeng, setia dan tidak terpisahkan.
Ya Hyang Widhi Semoga Kehidupan Perkawinan Kami Berbahagia dan Tenteran ( Rg Veda X.85-23)
Lelaki dan wanita adalah belahan jiwa, yang melalui ikatan pernikahan dipersatukan kembali agar menjadi manusi yang seutuhnya karena diantara keduanya dapat saling mengisi dan melengkapi. Semoga ikatan pernikahan kami langgeng, setia dan tidak terpisahkan.